Langsung ke konten utama

Etika Dalam Komunikasi

 Dalam Media Sosial, Etika Berkomunikasi pun juga diperlukan

Media Sosial adalah media baru yang hadir di kehidupan masyarakat di zaman sekarang, sayangnya media sosial kerap digunakan oleh orang-orang sebagai tempat untuk mengeluarkan kemarahan, kebencian, penghinaan, pembullyan bahkan terkadang masalah SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) pun terbawa masuk ke dalam gelombang negatif yang ada di media sosial. Kurangnya pertanggung jawaban pengguna atas hal-hal yang telah dikeluarkannya menjadi sebuah permasalahan besar dalam etika ketika berkomunikasi di media sosial.

Tujuan Utama Terciptanya Media Sosial

Sebenarnya, media sosial diciptakan untuk menjadi sarana antar manusia agar dapat berkomunikasi dengan baik dengan manusia lainnya tanpa terhalangi oleh tempat dan waktu, dan berkomunikasi dengan etika yang baik agar terciptalah suasana yang harmonis dan nyaman. Namun sayangnya, masih banyak pengguna media sosial yang menyalah gunakan media sosial demi keuntungan dan kepuasannya sendiri seperti menipu orang lewat forum jual-beli, hoaks yang disebarkan tanpa fact check terlebih dahulu, dan yang terparah adalah penghinaan terhadap sesama manusia yang terjadi sekarang. Bahkan di survey Microsoft Indonesia adalah negara dengan netizen terburuk karena kurangnya kesadaran akan etika dalam berkomunikasi di media sosial.

Perbaikan Etika dalam Berkomunikasi di Media Sosial

Karena itulah, kita sebagai orang yang sadar akan etika dalam berkomunikasi harus bisa merubah media sosial yang penuh kebencian dan toxicity, kembali menjadi media sosial yang harmonis dan tenang seperti tujuan awalnya media sosial itu dibuat. Hoaks adalah masalah terburuk yang ada di media sosial, karena hidup seseorang dapat hancur dengan seketika jika hoaks yang buruk tentang dirinya tersebar dan semua orang percaya dengan hoaks tersebut. Karena itulah kita harus selalu memeriksa informasi yang kita terima di media sosial, jika informasi tersebut benar maka barulah kita menyebarkannya, namun jika informasi tersebut ternyata hoaks maka sebagai orang yang sadar akan hoaks tersebut kita juga harus menyadarkan orang lain yang menerima informasi tersebut agar hoaks tidak tersebar dengan luas. Lalu cyberbullying juga merupakan masalah besar di media sosial. Tidak ada manusia yang ingin dibully di dalam hidupnya, dan juga bullying merupakan pelanggaran besar dalam etika berkomunikasi karena merendahkan suatu pihak sampai pihak tersebut bisa merasa sangat buruk dan kemungkinan terburuk, karena cyberbullying ada orang yang merenggut nyawanya sendiri karena sudah tidak tahan akan caci maki orang lain yang membully dirinya. Karena itulah kita sebagai orang yang sadar akan pentingnya etika dalam berkomunikasi harus terus membantu menyadarkan orang lain agar tidak terus menerus melanggar etika dalam berkomunikasi sehingga semua orang dapat menggunakan media sosial dengan positif dan damai.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnalistik

  KARAKTERISTI JURNALISTIK ONLINE   Karakteristik Primer  1. Unlimited Space. Memungkinkan halaman (page) tak terbatas. Ruang bukan masalah. Artikel dan berita bisa sepanjang dan selengkap mungkin, tanpa batas. 2. Audience Control. Memungkinkan audiens (reader, user, visitor) lebih leluasa memilih berita/informasi.  3. Nonlienarity. Tiap berita berdiri sendiri sehingga audiens tidak harus membaca secara berurutan.  4. Storage and retrieval. Memungkinkan berita “abadi”, tersimpan (terarsipkan) dan bisa diakses kembali dengan mudah kapan dan di mana saja.  5. Immediacy. Menjadikan informasi bisa disampaikan secara sangat cepat dan langsung.  6. Multimedia Capability. Memungkinkan sajian berita berupa teks, suara, gambar, video, dan komponen lainnya sekaligus.  7. Interactivity. Memungkinkan interaksi langsung antara redaksi (wartawan) dengan audiens, seperti melalui kolom komentar dan social media sharing.  ( James C.Foust, Online Journalism: Principle and Practices of News for The Web [

Produksi dokumenter

    Apa itu Dokumenter ?  Pemanfaatan kapasitas rekaman gambar dan suara untuk menyampaikan cerita berdasarkan fakta-fakta tertentu dengan maksud menyampaikan gagasan (tujuan) pembuat secara persuasif. Dokumenter yang benar-benar bagus adalah yang bersifat analitis. Dalam pengertian, dokumenter menampilkan bentuk kenyataan yang bukan merupakan suatu kebenaran untuk ditelaah, melainkan sebagai suatu kenyataan sosial dan historis yang hanya dapat dipahami dalam konteks sumber penghasil dokumenter tersebut. Bentuk dokumenter adalah suatu metode ‘publikasi’ sinematik, yang dalam istilah Grierson diartikan sebagai “creative treatment of actuality” (perlakuan kreatif dari keaktualitasan) “DOCUMENTARY IS CREATIVE TREATMENTOF ACTUALITY”  • Factuality Component adalah fakta-fakta yang terjadi dilapangan, sedangkan actuality component adalah bagaimana kita bisa merepoduksi dan merepresentasikan kenyataan tersebut. Disini harus jeli melihat perbedaan antara “kenyataan” dan “pernyataan atas kenyat

pemasaran progam tv

  A. Pengertian Televisi Televisi merupakan perkembangan medium berikutnya setelah radio, yang ditemukan dengan karakternya yang spesifik yaitu audio visual. Peletak dasar utama teknologi pertelevisian adalah Paul Nipkow, warga negara Jerman yang dilakukannya pada tahun 1884. Ia menemukan sebuah alat yang kemudian disebut sebagai Jantra Nipkow atau Nipkow Sheibe. Penemuannya tersebut melahirkan electrische teleskop atau televisi elektris. (Muda, 2008 : 4). Bila mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maka televisi diartikan sebagai sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/televisi). Televisi sampai saat ini masih menjadi salah satu media komunikasi yang paling banyak diakses masyarakat. Bahkan “kota